Resensi

Review Film “Aach…Aku Jatuh Cinta”

poster film AAJC

Awal ketertarikan saya menonton film ini adalah saat menyaksikan bintang tamu di acara Sarah Sechan. Pevita Pearce, sang pemain wanita utama, dan Garin Nugroho, sang sutradara merangkap penulis skenario, tengah membicarakan film bergenre komedi romantis ini. Terlebih saat melihat trailer-nya di YouTube :

Film produksi Multi Vision Pictures ini mengangkat cerita cinta yang berbalut nuansa klasik tahun 70an. Tokoh Yulia (Pevita Pearce) menjadi sebuah sosok yang sangat dekat dengan Rumi (Chico Jerico). Sejak kecil mereka bertetangga dengan masalah yang mereka miliki sendiri-sendiri di keluarganya. Pesan di dalam botol limun milik Rumi menjadi benang merah yang menautkan alur cerita di film ini.

Masalah timbul bermula dari hadirnya perubahan zaman ditambah dengan kenakalan Rumi yang cukup membuat Yulia kesal. Ibu Yulia (Anissa Hertami) pun melarang keras Yulia untuk tidak bergaul lagi dengan Rumi. Ada rentetan kejadian yang terkesan norak namun kocak yang sempat Rumi lakukan baik semasa sekolah bersama Yulia maupun setelah lulus.

Saya terkesan dengan akting Rumi kecil (Bima Azriel) yang terlihat natural. Terutama di adegan saat ia menjemput ibunya di sebuah bar pada malam hari. Rumi kecil menangis saat ibunya menyuruh seseorang  mengantarkannya pulang kembali ke rumah. Adegan-adegan lucu lainnya saat berinteraksi dengan Yulia kecil cukup menghibur saya. Khas kenakalan anak-anak.

Pesan moral yang disampaikan di cerita film ini selain bagaimana sepasang teman dekat menemukan takdir cintanya, adalah tentang keutuhan keluarga. Garin mengangkat dua hal krusial dalam permasalahan rumahtangga yaitu KDRT yang dialami ibu Rumi (Nova Eliza) dan perceraian. Setiap masalah yang terjadi dalam keluarga di film ini perlahan mendewasakan Rumi dan Yulia. Namun dalam prosesnya mereka harus mengalami kesedihan dan kemarahan yang mendalam.

Salah satu adegan yang saya sukai di film ini antara lain adalah saat Yulia bersepeda mencari Rumi di sepanjang deretan tangkai tebu kering. Nuansa vintage dari penggalan kisah film ini juga menjadi nilai artisitik yang lebih. Lagu-lagu karya musisi zaman itu turut mewarnai kesan klasik. Mungkin almarhum ibu saya sangat hapal dengan lagu-lagu itu. Lagu yang menjadi soundtrack film ini adalah lagu ciptaan Ismail Marzuki berjudul ‘Dari Mana Datangnya Asmara’ :

Darimana datangnya asmara
Akupun tak mengetahui
Cara bagaimana dia
Dapat mengikat hatiku

Bagaimanakah rasa asmara
Merajalela dihati
Tak dapat aku membantah
Walau pun dahulu benci

Mulai dia berpantun hatiku berdetik
Kubalas dengan senyum sambil mataku melirik

Kemudian datang rasa sayang
Mulai wajahnya terbayang
Setiap waktu terkenang
Akhirnya aku bertunang

(sumber : http://www.sigotom.com)

Secara umum, film ini menyajikan dialog yang puitis ala puisi Rumi, kocak, dan sarat kalimat bijak orang tua. Sosok Chicco menurut saya kurang cocok memerankan nuansa klasik. Namun saat dia bertingkah jahil terasa sangat menjiwai dan lekat dengan senyum khas Chicco. Penggalan adegan Rumi yang ini juga terasa cukup menguras emosi adalah saat bertemu dengan Yulia di area candi.

sumber gambar : www.cinema21cineplex.com
sumber gambar : http://www.21cineplex.com

Peran Pevita patut saya acungi jempol karena dia terlihat sangat menghayati tokoh Yulia. Terlebih dengan kostum yang sangat pas dan serasi di sepanjang film. Adegan yang paling membuat saya berkaca-kaca adalah saat ibu Yulia memungut buah jambu yang berjatuhan dari pohon salah satu rumah yang dilewati. Ini menjadi salah satu pemantik semangat sang ibu untuk melanjutkan hidupnya sebagai penjahit. Bagaimana kehidupan keluarga Rumi dan Yulia selanjutnya? Silakan simak sendiri tayangannya di film “Aach… Aku Jatuh Cinta”.

Film ini lebih cocok ditonton oleh remaja dan dewasa karena bisa ‘mengalami’ hal-hal yang terjadi di zaman yang menjadi latar film ini. Para penonton remaja mungkin akan lebih tercerahkan apa makna cinta pada zaman itu  hingga zaman 90an.

Mungkin setelah film ini, saya berencana menonton film Indonesia lainnya. Pilihan saya tetap pada genre drama romantis. Setelah menonton film AAJC ini, saya tercerahkan bagaimana alur yang bagus untuk sebuah drama romatis. Suara Pevita sebagai narator cerita film ini menjadikannya sebuah bingkai kemasan yang manis.

Thanks to mas Raja Lubis, rekan blogger pecinta film Indonesia, yang sudah memberikan tiket gratis di kuis tempo hari. 🙂

foto : dokumen pribadi
foto : dokumen pribadi